Rabu, 10 September 2014

Just For My Mom…


45 hari waktu yang sangat pendek untuk bisa bersamamu setiap saat, terkadang aku masih berharap dapat bersamamu di waktu yang lebih panjang.

Belum cukup rasanya aku membahagiakanmu, aku masih terlampau egois, sibuk memikirkan diri sendiri, sibuk bekerja tanpa menyisakan waktu untuk lebih memperhatikanmu.

Hari-hari terakhir bersamamu, membuatku semakin sadar betapa banyak waktu yang kulewatkan tanpamu. Aku masih dan akan selalu merindukan senyumanmu Ibu.

Aku terpaksa kuat, aku tidak ingin tampak lemah meskipun aku rapuh…aku ingin menangis sekencang-kencangnya untuk menumpahkan rasa sedihku, tapi aku yakin kau tidak menginginkan hal itu. Aku kuatkan untuk bisa mengantarkanmu sampai dipembaringan terakhirmu, dan setelahnya aku akan selalu bersamamu dalam doa.

Ibu, jika persepsi orang istri solehah adalah dia yang berkerudung panjang setiap saat, tapi buatku kau sudah sangat solehah, begitu sabar membesarkan kami bertiga, dengan segala upaya membuat kami tercukupi, dan begitu setia, tulus, tanpa pamrih melayani dan menghadapi bapak meski beliau menyakitimu.

Bagi kami, kau wanita terhebat…tanpa kasih sayangmu, takkan begini jadinya kami. Kau selalu jadi pembelaku…susah payah kau membentukku menjadi perempuan mandiri, susah payah kau memperjuangkan aku untuk bisa normal seperti layaknya anak-anak kecil yang lain.

10 hari telah berlalu setelah kepergianmu, aku masih mencium aroma tubuhmu dengan sangat nyata, setiap detik aku masih mengingat rutinitas terakhirku bersamamu, aku yakin kau pergi dengan senyuman…tak merasakan sakit lagi, tak ada lagi jarum-jarum suntik yang selalu menusuk tubuhmu untuk sekedar membuatmu bertahan, dan percayalah Ibu…seperti janjiku, aku akan menjaga adik-adik dengan baik, kau tidak perlu khawatir…tidurlah senyenyaknya…Alloh lebih sayang padamu.

Maafkan aku….maafkan segala kekuranganku, aku sangat menyayangimu dan selalu menyimpan rinduku padamu.
 With love,

x

Senin, 17 Februari 2014

Surat Sang Pecinta

“Hidup itu harus terus jalan, jalan terus…
meskipun jalannya terjal dan berliku, begitupun tentang aku dan harapanku”

Duhai Tuhan, bagiMu…kami hanya hambaMu…dua sejoli yang Kau tiupkan nafas, Kau percikan cinta, Kau yang maha mengetahui apa yang tampak dan tersembunyi, apa yang kami rasa dan apa yang hendak terjadi, rahasia hati kami menjadi terbuka padaMu. 

Milik-Mu lah seisi jagat raya ini, Kau yang ciptakan bulan dan matahari, dan karena itulah tercipta siang dan malam. Dan Kau adalah DIA yang mendengar dan mengabulkan doa dari kami.

Aku si pecinta…menuliskan perasaanku tentangnya…sedikit meninggalkan semua ikatan didunia, takdirMu yang mempertemukan kami, dan aku senantiasa menunggu takdirMu selanjutnya…sebagai hamba, yang nafas dan darahku adalah milikMu.

Teruntuk Kekasihku…
Terimakasih untuk petikan melodi dan  lagu merdu yang kau perdengarkan untukku dalam kesunyian malam…terimakasih untuk syair-syair cinta yang kau tulis untukku…terimakasih untuk kata cinta yang selalu kau tanamkan disetiap waktuku…

Kekasihku…
Adalah laksana pelukis…dengan warna-warni semesta alam, kau torehkan kuas dicerita hidupku…Adalah laksana embun….dengan kesejukan, kau tetesi jiwaku…Adalah laksana matahari…dengan kehangatan, kau berikan harapan untukku…

Kekasihku…
Kini kau adalah belahan jiwaku, serpihan hidupku, secuil asaku…jalan cinta hanya dapat ditempuh oleh mereka yang siap bergandengan menuju kawah candradimuka. Bebaskan cintaku menjadi pelindung rahasiaku…

Kekasihku…
Tak cukup rasanya mengatakan I Love U setiap saat untukku…karena rasa ini yang tak terbendung, meskipun mungkin cintaku tidak sempurna, namun aku ingin kau mengerti…aku memilihmu…dan yakinkan aku selalu untuk menaruh asa padamu.

Jangan biarkan aku terhempas…aku sendiri dan kembali ke titik nol.

*Special for you Panji Setiawan

Kamis, 23 Januari 2014

Meski kau bukan Da Vinci --ku

Aku jatuh (cinta) lagi…

Pagi-pagi sudah dapat kata romantis darinya…

"Adalah suatu takdir jika cinta itu tercipta. Apabila cinta tak dapat membebaskanmu dari rasa duka dan luka, rasa rindu yang membelenggu, dan rasa bahagia yang tak tertumpah, maka cinta bukanlah cinta.

Maka inilah yang telah terjadi. Begitu banyak kenangan yang tak tercipta, atau momen momen yang tak dilalui bersama, aku tak menganggapnya hampa.

Da vinci tak akan menyangka betapa monalisa begitu mendunia setelah abad selanjutnya, meski pada akhirnya ia mati menyedihkan, ia mengabadikan monalisa untuk dunia.

Aku berharap aku tak sepertinya, karena aku bukanlah da vinci meski kau adalah monalisaku. Karena takdir ini cinta tercipta, apabila aku tak bisa membebaskanmu, biarkan kau meraih cinta yang membebaskanmu.


Kelak, akan kudengar cerita bahwa kau telah bahagia, dan selama lamanya bahagia dengan cinta yang kau pilih. Karena aku bukan da vinci meski kau adalah monalisaku"


My Savior

Aku suka hujan…Aku lupa, entah kapan terakhir kali aku mandi hujan, lari-larian dibawah guyuran hujan…kegiatan itu menjadi sangat menyenangkan  saat aku kecil, lebih menyenangkan  dari  main  sky di mall  ternama  seperti anak-anak kecil  jaman sekarang.

Lantaran hujan, mendekatkan  jiwa  yang sepi dengan  tetesan cinta. Sesungguhnya  aku menjadi sangat tersanjung, saat dia mendendangkan  lagu dengan  petikan  gitar pada sunyinya malam. Aku dibuatnya menjadi paling manis dijagat raya…(lebay  yah…)

My savior begitulah  aku menobatkan dia  dalam hari-hariku kini…tanpanya…mungkin  aku sudah nekad minum baygon pake es serut atau campur es cendol. Tapi…dia datang, mengulurkan  tangannya, dan berusaha menggandengku. Tak ada lagi airmata…tak ada  lagi  waktunya galau menggalau.

Aku sangat  yakin…Allah yang  merencanakan  ini semua, perlahan membuatku kembali berpijak ke bumi dan kembali melihat  realitas.

Jika mungkin suatu hari nanti, matahari muncul dengan  kehangatannya…membawa  harapan  padaku…aku membebaskan  kemana aku akan berjalan. Dan pastinya aku tidak  ingin jalan ditempat, aku ingin terus melangkah…karena itulah hidup yang harus disyukuri  dan dinikmati.

Selasa, 21 Januari 2014

(true) love will conquers all….



Mengenalnya dalam waktu yang sangat singkat…entah memang sudah suratan nasib yang membawa kami saling mengenal atau mungkin sekedar keisengan dua muda mudi saja.

Pria ini usianya terpaut sekitar 9 tahun lebih muda dariku, penggemar marmot, suka baca buku biografi, penggemar berat Bung Karno, daaaaan…jarang mandi!.

Keren! buat seumuran dia yang sudah punya pemikiran luas, berwirausaha dan merintis LSM tentang lingkungan dan pendidikan di desanya.

Dia datang saat aku sedang dalam kegundahan…nyaman berbicara dengannya, tentang apa saja tanpa peduli dinginnya malam, tanpa peduli banjir yang sedang melanda Jakarta, tanpa peduli Ibu Ani Yudhoyono yang sibuk klarifikasi soal instagramnya, tanpa peduli teriakan cacing dalam perut pada beberapa orang yang lagi menjalankan diet OCD ala sang mentalis, tetapi juga bukan berarti kami hanya bersenang-senang.

Kami sadar hubungan ini akan dinilai tidak lazim oleh kebanyakan orang, melihat stereotip masyarakat kita yang memandang negatif pada pasangan seperti kami. Satu hal lagi yang mungkin akan diperbincangkan orang, entah tuduhan odipus complex buat dia atau tuduhan pedopil buat aku, menanggapi hal tersebut anggap saja kami memang sama-sama tidak normal (LOL)

Dan semacam peramal, kami sudah kebayang dan akan mengantisipasi beberapa problem yang mungkin timbul seperti, rasa keberatan dari pihak-pihak tertentu (keluarga, teman-teman dekat, mantan pacar?, dll.). Jenis keberatannya pun pasti macam-macam, yang pada dasarnya berawal dari umur (ga afdol buat mereka kalau usia pria jauh lebih muda dari wanitanya), merembet ke soal kedewasaan, penghasilan, (terkadang) taraf pendidikan, & (sering) masalah "produktivitas", yang kadang ditambah keraguan diri masing-masing pribadi kami untuk mengatasi problem yang timbul itu seorang diri.

Mengomentari soal kedewasaan bahwa seringkali kedewasaan itu tidak berkaitan dengan umur. Yap! tepat sekali, sesuai dengan istilah yang makin populer pada masyarakat bahwa menjadi tua itu takdir, tapi menjadi dewasa itu pilihan.

Kami punya beberapa alasan terhadap komitmen ini, yang pastinya akan kami pertanggungjawabkan. Kami tidak muluk-muluk…tidak ada ambisi mendobrak pandangan masyarakat tentang ketidakbiasaan ini, atau ambisi jadi topic perpincangan…yang kami lakukan sekedar menjalani hari dan kenyamanan. Kami percayakan semua pada yang lebih berhak untuk mengatur hambaNya. Kami tidak tergesa-gesa…sekedar mengungkapkan apa yang ada dipikiran dan perasaan.

Mengutip perkataannya padaku saat menjelang kami berkomitmen “ Selama ada Cinta tak perlu ada pertanyaan”J

Berharap cerita ini akan selalu indah…meski mungkin sekedar untuk dikenang suatu hari nanti ^_^